MAKALAH
ANAK
PRA-SEKOLAH DAN ANAK SEKOLAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Anak
Dosen
: dra. Siti Hartini
Kelompok 2:
1.
Nurhayati
(12144600084)
2.
Deny
Nugroho (12144600092)
3.
As
Janah Verawati (12144600094)
4.
Linda
Astuti (12144600096)
5.
Angga
Budi Saputra (12144600102)
6.
Verina
Septiarni (12144600103)
7.
Nining
Purwaningsih (12144600104)
8.
Cornelius
Pandu Laksono (12144600107)
9.
Sutina
Sukmawati Noning (12144600110)
10.
Dita
Diyanti (12144600118)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PGRI YOGYAKARTA
2012
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur Penulis Panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini pada
waktunya. Makalah Psikologi Anak yang berjudul “ANAK PRA-SEKOLAH DAN ANAK SEKOLAH” merupakan hasil diskusi penulis yang disusun
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh sebab itu, pada
kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah berikutnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk lebih memahami materi kuliah Psikologi Anak tentang
anak pra-sekolah dan anak sekolah.
Yogyakarta,
Desember 2012
Penulis
BAB
II
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan suatu keharusan bagi manusia karena pada hakekatnya manusia lahir
dalam keadaan tidak berdaya, dan tidak langsung dapat berdiri sendiri, dapat
memelihara dirinya sendiri. Manusia pada saat lahir sepenuhnya memerlukan
bantuan orang tuanya. Karena itu pendidikan merupakan bimbingan orang dewasa
mutlak diperlukan manusia. Sebagai makhluk yang secara kodrati dianugrahi akal
pikiran, manusia merupakan sosok makhluk yang memiliki kesadaran dan rasa ingin
tahu tentang segala sesuatu yang dihadapi dan dialami dalam kehidupannya
Berbagai cara dan usaha dilakukan manusia untuk memenuhi rasa ingin tahunya
tersebut, sehingga kalau mungkin berbagai hal dalam hidupnya ingin
diketahuinya. Baik itu segala sesuatu yang berkenaan dengan dirinya, tujuan
hidupnya, darimana ia berasal, dan ia juga ingin mengetahui banyak tentang
lingkungan hidupnya, dan bagaimana memanfaatnkannya.
Oleh
karena itu, untuk menghasilkan hasil belajar yang baik maka seorang
pendidik/guru harus memiliki ilmu pendidikan agar mampu melakukan proses
belajar mengajar mampu menerapkan teori belajar dalam kelas. Demikian pula
pendidikan pra-sekolah dan sekolah yang menjadi pondasi dasar dalam pendidikan.
Jikalau seorang pendidik/guru tidak
terarah dan tidak mampu menerapkan teori belajar yang efektif dalam kelas maka
pondasi itupun akan keropos bahkan runtuh. Banyak pendidik/guru yang
mengabaikan hal ini. Menganggap mudah dalam memfasilitasi proses belajar pada
pra-sekolah dan sekolah. Baik dari segi bobot ilmu maupun pendidikan moral
serta karakter. Dalam praktek di lapangan, pendidikan pra-sekolah dan sekolah
sangat membutuhkan dasar ilmu yang berkesinambungan dan terangkum.
Ilmu
pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan: proses dan cara dalam pendidikan moral pada
anak-anak yang diterapkan sejak pendidikan pra-sekolah dan sekolah. Dengan
demikian diharapkan pendidikan pra-sekolah dan sekolah mampu menjadi landasan
dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi-potensi
peserta didik yang menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB
II
ANAK
PRA-SEKOLAH DAN ANAK SEKOLAH
A.
Perkembangan
Jasmani dan Psiko-motorik
Sebagai akibat bertambahnya differetsiasi dan myelinisasi
(myline adalah suatu zat seperti lemak dalam sumsum tulang belakang dan urat
syaraf) dalam susunan urat syaraf maka kecakapan-kecakapan motorik bertambah
banyak. Pada umur 5 tahun keseimbangan badan anak sudah berkembang cukup baik,
anak sudah pandai berjalan, dapat naik tangga, meloncat dari tanah dengan kedua
kakinya bersama-sama dan sering juga sudah dapat bersepeda.
Menurut Sheldon pembagian bentuk badan menjadi 3 tipe yaitu; tipe endomorf (pendek dan gemuk), tipe ektomorf (panjang dan kurus), dan tipe mesomorf (urat-urat daging kuat dengan proporsi yang baik).
Menurut Sheldon pembagian bentuk badan menjadi 3 tipe yaitu; tipe endomorf (pendek dan gemuk), tipe ektomorf (panjang dan kurus), dan tipe mesomorf (urat-urat daging kuat dengan proporsi yang baik).
B.
Emansipasi karena pendidikan formal
Sejak lama kriteria bagi anak untuk
dapat diterima di sekolah dasar adalah “kemasakan” dahulu sebelum ia diterima di
sekolah dasar yaitu 7 tahun.
kriterianya:
1. Anak
harus dapat kerjasama dalam kelompok dengan anak-anak lain
2. Anak
harus dapat mengamati setara analitik
3. Anak
secara jasmaniah harus sudah mencapai bentuk anak sekolah
C. Perkembangan Sosial dan Kepribadian
Perkembangan
sosial dan kepribadian mulai dari usia pra sekolah sampai akhir masa sekolah
ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial.
Perkembangan sosial dan kepribadian
meliputi:
1. Interaksi dengan anak-anak sebaya
Hartup(9170)
telah mengumpulkan hasil-hasil penelitian mengenai pertanyaan apa yang sampai
sekarang telah di ketahui mengenai pengaruh timbal balik. Anak biasanya
berusaha untuk menjadi anggota suatu kelompok. Hartup menemukan bahwa
kebanyakan penelitian mengenal pengaruh timbal balik dilakuakan pada anak-anak
sekolah. Pada penelitia-penelitian dalam Taman Kanak-Kanak, misalnya mengenai
tingkah laku agresif dan altruistik ternyata bahwa belajar model menempati
tempat yang penting.
Penelitian
mengenai Konformisme juga merupakan studi yang penting. Secara teoritik dapat
sebgain dihubungkan dengan pendapat Piaget yang mengemukakan menganai
stadium-stadium dalam kesadaran peraturan. Dapat diduga bahwa sebetulnya bukan
faktor umur yang penting, melinkan lebih penting adalah keadialan keliling, jenis
kelamin, dan tingkahlaku yang digunakan untuk meneliti konformisme itu.
Hubungan
lain yang diduga ada adlah antara urutan kelahiran dalam keluarga dan besar
kecilnya kepekaan pengaruh oleh teman-teman sebaya. Hal ini dapat diterangkan
sebagai berikut:
a) Anak-anak
sulung diduga menerima pendidikan yang lebih berubah-ubah dibanding dengan
adik-adiknya.
b) Anak-anak
sulung lebih menerima perlindungan, disamping itu maka tingkahlaku yang
konfrmistis dan tergantung endapat pujian.
Sebagai
ringkasan dapat dikemukakan bahwa konformisme tadi lebih ditentukan oleh
faktor-faktor situasional dari pada oleh sifat-sifat kepribadian anak.
Dapat mempengarugi suatu tinjauan yang penting
mengenai tingkah laku agresif telah dilakukan oleh Patterson (1967). Dalam
penelitian ini dilihat sampai berapa jauh anak-anak prasekolah saling
mempengaruhi tingkah laku agresif.
Spontanitas
vs Sikap terkontrol
Haaditono
(1974) menemukan bahwa sikap seppontan atau atau tidak sepontan anak-anak
prasekolah mungkin dipengaruhi oleh sifat suatu kebudayaan tertentu. Presepsi anak terhadap perintah dan larangan
itu yang mungkin lebih pentig dari pada perintah atau larangannya sendiri.
2. Perkembangan
motivasi prestasi
Salah
satu aspek kepribadian seseorang yang peling banyak diteliti adalah mengenai
motifasi prestasi. Harus dibedakan antara kebutuhan dan motif. Kebutuhan
merupakan dasar timbulnya motif. Misalnya seorang anak yang lapar mencari
makanan, akan mempunyai motif-motif banyak untuk mendapatkan makanan yang
diinginkan tadi. Atau anak yang suka jajan akan timbul motif-motifnya untuk
mendapat memenuhi kesukaan atau kebutuhannya itu.
Pada
umumnya dibedakan antara motifasi yang intrinsik dan yang ekstrinsik. Motifasi
yang intrinsik bearati bahwa suatu perbuatan memang diinginkan karna seseorang
senang melakukannya atau tidak. Sebaliknya motifasi ekstrinsik berarti bahwa
suatu perbuatan dilakukan atas dasar dorongan atau paksaan dari luar.
Suatu
motif mempunyai tiga macam unsur meliputi:
a) Motif
mendorong terus, memberikan energi pada suatu tingkahlaku(merupakan dasar energetic).
b) Motif
menseleksi tingkahlaku, menentukan arah apa yang akan dilakuakan dan tidak akan
dilakukan
c) Motif
mengatur tingkahlaku artinya bila sudah memilih salah satu arah perbuatan maka
arah itu akan tetap dipertahankan.
Dalam
setiap motif dapat diketemukan kembali 2 struktur dasar. Pada satu pihak
pengharapan akan sukses dan pada lain pihak ketakutan akan gagal.
Tinjauan-tinjauan yang mendalam mengenai timbulnya motif prestasi telah
dilakukan oleh Heckhansen dkk (1962). Heckhansen dapat menunjukan dengan jelas
adanya komponen-komponen tertentu ddalam timbulnya motifasi prestasi. Dorongan
untuk melakukan hal-hal sendiri harus dipandang sebangai perlopor pelaku
motifasi yang sesungguhnya.
Penelitian
Heckhansen dan Rowelofsen (1962) menemukan bahwa anak-anak yang sehat pada usia
3,5 tahun menunjukan semua ciri-ciri tingkahlaku kompetisi. Penaksiran mengenai
prestasi orang lain ini menyebabkan anak mencoba untuk melakukannya lebih cepat
dan lebih baik.
Ini adalah ciri-ciri motifasi prestasi yaitu
melakukan sesuatu lebih baik dibanding dengan suatu standar keunggulan. Standar
keunggulan tadi dapat berhubunag dengan :
a) Dalam
hubungan dengan prestasi orang lain artinya anak berbuat lebih baik daripada
apa yang telah diperbuat oleh orang lain.
b) Dalam
hubungan dengan prestasi sendiri yang lampau berarti bahwa anak ingin hidup
melebihi prestasinya yang laku, ingin menghasilkan lebih baik daripada apa yang
telah dihasilkan semula
c) Dalam
hubungan dengan tugasnya berarti bahwa ia ingin menyelesaikan tugasnya sebaik
mungkin
Menurut
Haditono stimulasi dari ibulah pemebntukan motif prestasi yang lebih berperan.
Anak usia 3,5 tahun telah mampu untuk menghubungkan berhasil atau tidaknya
suatu perbuatan dengan diriya sendiri. Memberika kesempatan pada anak untuk
mengembangkan sikap berdiri sendiri adalah hal yang penting.
3.
Perkembangan Identitas Jenis Kelamin
atau Tingkah Laku Sesuai dengan Jenis Kelamin
Menurut
Jans (1973) faktor penting dalam tingkah
laku tersebut yaitu faktor biologi, faktor sosial dan faktor kognitif. Kohbreg
(1966) menerangkan tiga cara mengenai tingkah laku spesifik
jenis kelamin yaitu teori psikoanalisa (identifikasi dengan perintah-perintah
dan larangan-larangan orang lain terhadap tingkah laku jenis kelamin anak),
teori belajar sosial (jenis kelamin timbul karena adanya pengaruh sosial) dan
teori perkembangan yang kognitif (mengenali diri sendiri sebagai laki-laki atau
perempuan). Faktor-faktor biologis merupakan dasar bagi perkembangan
tingkahlaku spesifik jenis kelamin merupakan proses-proses belajar sosial sejak
awal telah menyumbang pada kenyataan bahwa identitas jenis kelamin terjadi
melalui norma-norma sosial yaitu melalui penilaian apa yang baik atau tidak
baik bagi anak laki-laki atau anak perempuan.
4. Perkembangan
Pengertian Norma
Perkrembangan
Pengertian Norma atau moraliatas merupakan hal
yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian dan sosial anak. Menurut
pendapat psikoanalisa ada 3 bagian dalam diri seseorang yang akan berkembang
menurut urutan sebagai berikut: das Es, das Ich dan das Ueber Ich. Das Es yaitu
impuls-impuls nafsu. Das Ich lalu menjaga supaya hubungan dengan realitas dapat
dikoordinasi dan akhirnya das Ueber Ich merupakan bagiannya yang membawakan
norma-normanya, perinteh-perintah dan larangan-larangannya yang diberikan oleh
dunia keliling.Ueber Ich harus di pandang sebagai suatu instansi dengan
norma-norma yang telah di internalisasi atau diintroyeksi. Norma-norma ang ada
pada Ueber Ich bukan hanya norma-norma yang berasal dari ayahnya saja,
melainkan juga norma-norma yang datang dari orang-orang lain.
Pendekatan yang
kognitif menitik beratkan akan faktor-faktor pengertian dan pemahaman. Sudah
dalam tahun tiga puluhan Piaget mengadakan penelitian yang sistematik mengenai
fenomena-fenomena kata hati. Menurut Piegat harus di mulai dengan
aturan-aturan, misalnya aturan permainan, karena aturan mengandung arti
menghormati, horma terhadap orang lain. Penemuan-penemuan Piaget yang penting
disini ialah bahwa anak memiliki pendapat-pendapat yang absolut dan
penilaian-penilaia yang absolut. Piaget mempunyai metode apa yang disebut
cerita-ceruta fiktif. Dalam cerita-cerita ini selalu nampak suatu akibat
sesuatu maksud yang baik dan maksud yang tidak baik.
Teori yang dikembangkan
oleh Piaget ini dikembangkan dan diberikan dasar teoritis yang lebih baik oleh
Kohlberg (1963). Menurut Kohlberg perkembangan insan kamil melalui 6 stadium
(tingkatan) dan stadium-stadium ini akan selalu dilalui oleh setiap anak, jadi
merupakan hal yang universal. Stadium-stadiumnya adalah sebagai berikut:
Stadium
1. Menurut untuk menghindari hukuman
Stadium
2. Anak bersifat konformistis untuk memperoleh hadiah untuk di pandang baik
Stadium
3. Anak bersifat konfrmistis untuk menghindari celaan dan untuk disenangi orang
lain
Stadium
4. Anak bersifat konformistis untuk mengindari hukuman yang diberikan bagi
beberapa tingkahlaku tertentu dalam kehidupan bersama.
Stadium
5. Konformitas sekarang dilakukan karena menginginkan kehidupan bersama yang
diatur.
Stadium
6. Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar, melainkan
karena keyakinan sendiri ingin melakukannya.
Akhirnya
pendapat teori belajar mengemukakan bahwa semua tingkah laku adalah tingkah
laku yang dipelajari. Teori ini menolak dengan tegas bahwa manusia mempunyai
suatu sifat bawaan, baik itu sifat yang baik maupun yang tidak baik. Menurut
pendapat ini maka kata hati merupakan suatu sistem norma-norma yang telah
diinternalisasi (merasuk menjadi milik pribadi seseorang). Hal ini berarti
bahwa seseorang akan tetap melakukan norma-norma tadi meskipun tidak ada
kontrol dari luar. Apa yang dulu dilakukan atas dasar hadiah , reinforsemen
atau hukuman dari luar, sekarang dialihkan ke dalam. Norma-norma yang sudah
diinternalisasi tadi membuat anak makin dapat bertingkah laku sesuai dengan apa
yang seharusnya ia lakukan.
D.
Perkembangan Kognitif
Dalam prinsipnya hal ini berhubungan
dengan alat-alat pengenalan dan bentuk-bentuk pengenalan. Kognisi adalah
pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi tingkah laku-tingkah
laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk
menggunakan pengetahuan.
1. Pengertian-pengertian
pokok dalam teori perkembangan Piaget
Teori
Piaget bayak dipengaruhi oleh biologi dan epistemologi (ajaran mengenai
pengenalan). Biologi : dalam teorinya Piaget banyak menggunakan banyak
pengertian-pengertian yang langsung diambil dari biologi. Epistemologi :
perhatian-perhatian terhadap cabang ilmu pengetahuan ini antara lain nampak
dalam penelitian empiric terhadap timbulnya pengertian-pengertian atau
konsep-konsep waktu, ruang, kausalitas, dan kesadaran akan aturan.
Piaget
beranggapan bahwa bahwa setiap organism hidup dilahirkan dengan dua
kecenderungan fundamental, yaitu :
a) Adaptasi
dan tendensi, yaitu kecenderungan bawaan setiap organism untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya. Kecenderungan adaptasi ini mempunyai dua komponen
atau dua prosdes yang komplementer, yaitu :
1) Asimilasi,
yaitu kecenderungan organisme untuk merubah lingkungannya guna menyesuaikan
dengan dirinya sendiri.
2) Akomodasi,
yaitu kecenderungan organisme untuk merubah dirinya sendiri guna menyesuaikan
diri dengan kelilingnya.
b) Kecenderungan
organisasi, yaitu kecenderungan bawaan setiap organism untuk mengintegrasi
proses-prosesnya sendiri menjadi system-sistem yang koheren.
Prinsip
ekuilibrium atau keseimbangan yang bersifat biologic menjaga agar perkembangan
bukan merupakan hal yang tidak karuan, melainkan suatu proses yang teratur. Proses-proses
asimilasi dan akomodasi yang komplementer menyebabkan seseorang selalu berusaha
mencapai keadaan yang seimbang lagi.
Werner
dan Piaget beranggapan bahwa perkembangan
itu berlangsung melalui rencana yang sudah ada sejak lahir dan akhirnya
mencapai suatu bentuk akhir yang baik.
Pada proses adaptasi terdapat proses interaksi
yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan. Pengertian keseimbangan menunjuk
pada relasi antara individu dan kelilingnya, terutama pada relasi antara
struktur kognitif individu dan strutur kelilingnya. Disini ada keadaan seimbang
bila individu tidak lagi perlu mengubah hal-hal dalam kelilingnya untuk
mengadakan asimilasi dan juga tidak lagi harus menubah dirinya sendiri untuk
mengadakan akomodasi dengan hal-hal yang baru.
Struktur
psikologis atau skema terdapat adanya dua macam proses, yaitu aaptasi dan
organisasi. Analogi yang ditunjukkan oleh Piaget dalam nivo tingkah laku
dikemukakan dengan pengertian “struktur psikologis” atau “skema”. Ia membedakan
antara skema-skema sensori motorik atau juga skema-skema tingkah laku dan
skema-skema operasional dan jugaskema-skema kognitif.
Skema
adalah suatu abstraksi dari aktivitas manusia, bukan sesuatu yang dapat
ditunjukkan secara konkrit dengan salah satu cara pada salah satu tempat tertentu.
Semua tingkah laku anak masih harus dipandang sebagai hal yang diterima secara
sensorik dan suatu reaksi yang motorik saja..
Pengertian
skema atau struktur psikologik adalah sedikit banyak kompleks. Hal ini tidak
hanya berhubungan dengan pola-pola tingkah laku yang teratur, melainkan juga
berhubungan dengan pola-pola berfikir yamng telah diinternalisasi. Suatu skema
meungkinkan anak untuk mempelajari renspons-respons baru. Hal ini disebabkan
oleh proses akomodasi. Skema-skema tertentu yang yang ada serta bergaul dengan
lingkungan memberikan sumbangan yang besar dalam menambah luasnya pengertian
anak.
2. Representasi dunia dan stadium-stadium dalam
perkembangan kognitif
Permanensi
obyekatau formasi obyek merupakan suatu langkah yang penting dalam penyusunan
gambaran dunia. Hal ini juga meupakan persyaratan yang mutlak untuk dapat
memperlakukan obyek-obyek dari keliling secara simbolis. Formasi simbol ini
yang mulai berkembang pada usia kurang lebih 18 bulan memungkinkan anak untuk
melihat benda-benda sebagai penunjuk sesuatu yang lain.
Schenk
- Danziger (1972) mengemukakan bahwa pengertian akan simbol-simbol serta
memiliki tanggapan-tanggapan terjadi bersama-sama dengan perkembangan bahasa
serta permainan peranan. Ia juga
mengemukakan bahwa permainan peranan mempunyai ciri-ciri yang juga merupakan
persyaratan bagi pemakaian bahasan dan bekerja dengan simbol-simbol, yaitu :
a) Sikap
memperlakukan hal-hal dengan “pura-pura”
b) Adanya
formasi symbol atau pembentukan pengertian yang semaunya (metamorfosa
benda-benda)
c) Mengenakan
sifat-sifat manusia pada benda atau hewan (antropomorfisme)
d) Merubah
peranan manusia secara fiktif
e) Imitasi
tingkah laku atau rangkaian tingkah laku
Representasi
dunia luar ke dalam diri sendiri dan dengan begitu cara berfikir mengenai dunia
luar berjalan sebagai berikut :
a) Bayangan
(image), merupakan representasi pertama suatu kejadian dan tidak merupakan
pencerminan fotografis yang eksak.
b) Symbol,
merupakan suatu bentuk representasi lain, tidak hanya berkisar pada bunyi yang
khas atau bau yang khas dengan artinya yang khas. Simbol justru melebihi
kejadian yang khas dan menunjuk pada suatu yang lain daripada hal yang
sesungguhnya.
c) Konsep
(ingatan), merupakan langkah pertama yang penting ke arah kesadaran akan
aturan.
d) Aturan,
merupakan suatu hubungan antara dimensi dua pengertian atau lebih. Ada aturan
yang formal dan ada yang tidak normal. Aturan-aturan formal berdasarkan
hokum-hukum alam, sedangkan aturan-aturan tidak formal berdasarkan perjanjian
atau pengalaman.
Menurut
Piaget perkembangan kognisi dapat dibagi menjadi beberapa stadium, artinya
fungsi kognitif pada usia yang berlainan dapat dibedakan dengan jelas satu sama
lain.
a)
Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24
bulan)
Piaget
berpendapat bahwa perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini,
intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi
stimulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan-tindakan
konkrit dan bukan imaginer atau hanya dibayangkan saja. Dari observasi yang
telah dilakukan Plaget, bahwa selama stadium sensori motorik terdapat
perkembangan proses desentrasi, artinya
anak dapat memadang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua identitas yang
berbeda.
b) Stadium
pra-operasional(18 bulan- 7 tahun).
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan
bahasa, yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung ) serta
bayangan dalam mental. Berfikir pra-operasional masih sangat egosentrik atau sangat
memusat(centralized), Anak belum mampu (secara preseptual, emosional-motivational,
dan konseptual) untuk mengambil prespektif orang lain. Berfikir pre-oprasional
adalah tidak dapat dibalik(irreversable), maksudnya yaitu anak belum mampu
meniadakan suatu tindakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan tersebut
sekali lagi secara mental dalam arah yang sebaliknya. Dapat dikatakan juga
bahwa berfikir pra-operasional adalah terarah statistik.
c) Stadium
operasional konkrit(7-11 tahun)
Pada stadium ini sifat egosentrik anak sudah
berkurang ditandai dengan desentrasi yang besar, dan anak telah mampu mengerti
operasi logisnya reversebilitas, yaitu mampu memandang suatu tindakan dari arah
yang sebaliknya. Kekurangan stadium ini yaitu anak telah mampu untuk melakukan
aktivitas logis tertentu(=operasi) tetapi hanya dalam situasi-situasi yang
konkrit.
d) Stadium
operasional formal (mulai 11 tahun)
Sifat berfikir operasional formal atau proporsional
yaitu:
1) Sifat
deduktif-hipotesis, bila anak yang berfikir operasional konkrit harus
menyelesaikan suatu masalah maka ia langsung memasuki masalahnya.
2) Berfikir
opersional juga berfikir kombinatoris, sifat ini merupakan kelengkapan dari
sifat yang pertama dan berhubungan denagn cara bagaimana dilakukan analisanya.
Berfikir
operasional formal memungkinkan orang mempunyai tingkah laku “problem solving”
yang betul-betul ilmiah, sserta memungkinkan untuk mengadakan pengujian
hipotesa dengan variabel-variabel tergantung.
e) perpindahan dari berfikir pra-operasional ke
operasional konkrit
Anak usia 5-7 tahun
belum dapat menilai dua macam dimensi yang berbeda (keseluruhan dan bagian)
dalam satu situasi pengamatan yang sama. Mulai usia 7 tahun anak makin dapat
mengadakan klasifikasi secara hierargik dan memperoleh pengertian dalam
inklusi-kelas. Namun hal ini hanya dapat dilakukan bila bahan-bahannya adalah
konkrit. Dan saat mulai usia 11 tahun anak mampu untuk mengadakan klasifikasi
secara tepat, juga mengenai hal-hal yang tidak konkrit.
3.
Kekuatan (motor) perkembangan.
Tinjauan
singkat mengenai stadium-stadium perkembangan kognitif. Anak dapat beralih dari
stadium satu ke stadium lain dan hubungannya dengan perkembangan dan belajar
adalahdengan faktor-faktor yang menurut pieget akan memegang peranana yang
penting dalam perkembangan inteligensi. Pendapat oprganismis mengatakan bahwa
intelegensi hanya di tentukan oleh mekanisme-mekanisme pemasakan yang biologis
saja. Pendapat yang mekanistik sebaliknya mengatakan bahwa intelegensi hanya
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan saja.
Menurut
pieget pertumbuhan mental mangandung dua macam proses: perkembangan dan belajar.
Perkembangan adalahperubahan strutural dan belajar adalah perubahan isi.
Proses
perkembangan dipengaruhi oleh 4 macam faktor.
a.
Pemasakan: tumbuhnya struktur-struktur
fisik secara berangsur-angsur mempunyai akibat pada perkembangan kognitif anak.
b.
Pengalaman atau kontak dengan
lingkungan: dua macam pengalaman mental yaitu pengalaman fisik dan pengalaman
logiko matematik.
c.
Penyerahan sosial: anak hidup dalam
dunia sosial dan melalui sekolah, media massa dan lain-lainnyang semacam anak
memperoleh informasi yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitifnya.
d.
Ekwilibrasi: mengintegrasi efek-efek
ketiga faktor sebelumnya yang masing-masing cukup memberikan keterangan
mengenai proses perkembangan.
4.
Kritik-kritik teori pieget
Teori
pieget mendoronf dilakukannya banyak sekali penenlitian-penelitian khususnya di
amerika. Menurut pendapat ini maka perkembanagan kognitif berjalan melalui
stadium-stadium yang mempunyai sifat universal. Perkembangan berjalan spontan
dan lingkungan hanya mempunyai pengaruh penghambat atau mempengaruhi
sedikit.pendapat semacam itu mempunyai konsekuensi yang sungguh dalam
pendidikan di sekolah. Misalnya cara mengajar klasikal verbal yang jonvensional
menurut pendapat ini akan mempunyai sedikit pengaryh tehadap perkembangan
kognitif anak.
Tugas
seorang guru disini adalah menciptakan siyuasi-situasi tertentu supaya apa yang
sebetulnya akan diberikan secara verbal kepada anak dapat di lakukan sendiri
oleh anak dengan berbuat aktif dengan benda-benda. Penelitian terutama
dimaksudkan untuk melihat kemungkinannya apakah anak yang ada dalam stadium
pra-operasional melalui latihan yang khusus dapat berpindah kedalam stadium
operasional konkrit. Penelitian-penelitian
smedslund (1961). Hamel dan Riksen (1973) dan Kohnstamm (1970)
membuktikan bahwa memang mungkin untuk membawa anak lebih awal ke stadium
operasional konkrit melalui latihan yang khusus. Disimpulkan bahwa anak mampu
untuk melakukan tugas-tugas pada tingkat operasional konkrit pada usia yang
lebih muda daripada yang dikemukakan oleh pieget. Data ini menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi bagi teori pieget.
E.
Intelegensi
serta Keberhasilan di Sekolah.
Underachiever
menunjukan pada seseorang yang memperoleh prestasi-prestasi di bawah kemampuan
intelektual yang ia miliki. Menurut observasi haditono maka masalah
underachiever di Indonesia disebabkam oleh suatu kombinasi faktor-faktor
banyak. Faktor yang pertama adalah kurangnya fasilitas belajar dalam arti luas
di sekolah-sekolah, terutama di pelosok-pelosok maupun di rumah. Kedua,
kurangnya stimulasi mental oleh orang tua di rumah. Ketiga adalah keadaan gizi
yang bilamana dapat dicapai tingkat yang lebih tinggi maka secara fisik anak
lebih mamapu untuk menggunakan kapasitas otaknya lebih baik.
Intelegensi
dianggap sebagai suatu norma yang ditentukan secara statistik. Seiring secara
olok-olok diikatakan intelegensi adalah apa yang diukur oleh suatu test
inteligensi. Dalam kenyataan suatu test intelegensi mengukur suatu (urutan)
orang dalam kelompok dibanding dengan teman-temannya sebaya.
Wechsler
memberikan definisi intelegensi. Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau
rangkuman kecakapan seseorang untuk dapat bertindak secara terarah. Berfikir
secara baik dan bergaul dengan lingkungannya secara efisien. Penelitian
longitudal selama 40 tahun dalam institut fels menurut McCall dkk menunjukan
adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28 ekor antara usia 5 dan 17 tahun.
Tidak terdapat adanya hubungan antara intelegensi dan kreativitas. Kreativitas
diberikan definisi sebagai berfikir dievergen, sedangkan intelegensi dianggap
sebagai berfikir konvergen. Divergen berarti bahwa seseorang memberikan
jawaban-jawaban yang original.
F.
Permasalahan
stimulasi perkembangan kompenstatoris.
John
kennedy membuat program penanggulangan kemiskinan. Miskin dalam arti materil
dan mental. Dua alasan mengapa program ini dapat begitu lancar dimulai adalah:
1.
Ternyata anak-anak kulit hitam dan
anak-anak kelompok minoritas lainnya seperti anak-anak Puertoriko tidak dapat
mengunjungi sekolah taman kanak-kanak karena alasan keuangan.
2.
Dalam waktu yang bersamaan juga terbukti
bahwa intelegensi tidak dalam semua aspek ditentukan oleh keturunan, lingkungan
dapat mengadakan banyak stimulasi dalam hal prestasi intelegensi.
Model
Bloom tidak dibuktikan secara empirik, namun essensi anjuran Bloom perlu
diperhatikan, anak sejak semula merupakan patner yang serius yang ikut
menentukan perkembangannya sendiri secara aktif sedangkan lingkungan sosial
dalam tahun-tahun pertama justru mempunyai tanggung jawabpendidikan yang besar.
Menurut
Betty Caldwell Centre for Early Education and Development di Arkansas, nampak 4
fase sampai permulaan tahun 1970.
1.
Optimisme dan kegairahan pada saat-saat
permulaan, ada suatu pengharapan yang kekanak-kanakan. Seakan-akan suatu kursus
selama 6 minggu dengan pelajaran-pelajaran bahasa yang khusus dan permainan
akan dapat membuat perobahan yang esensial.
2. Dalam
tahun 1966 orang menjadi skeptis, data yang pertama menunjukan dengan jelas
bahwa memang ada kemajuan yang cepat selama kursus musim panas ini , tetapi
efeknya segera hilang juga.
3. Wessinghouse
dalam tahun 1969 menimbulkan suatu desilusi yang dapat memperlihatkan yang
berat.
4. Konsolidasi,
dalam permulaan tahun 70-an orang menemukan suatu dasar teori dalam empiri yang
baru, orang mencapai penanganan masalah yang lebih baik dalam hubungan dengan
stimulasi pekembangan kompensatorik.
Program-program
yang secara khusus ditujukan pada bahasa tidak akan memberikan hasil apapun
selama pendekatan anak masih lepas (keliarga dan tetangga). Bernardvan Leer
Foundation (yayasan Bernard van Leer) dapat membuktikan bahwa anak , keluarga
dan sekolah tidak dapat dipandangsebagai hal-hal yang terpisah. Jensen dalam
tulisannya mengatakan bahwa apa yang disebut pendidikan kompensatorik sampai
sekarang belum membuktikan adanya kemungkinan perbaikan intelegensi dan
prestasi sekolah secara tetap. Tujuan Jensen sekarang adalah untuk mengerti apa
sebetulnya intelegensi itu, sampai dimana pengaruh keturunan terhadap
intelegensi dan sampai dimana lingkungan masih dapat mempengaruhi intelegensi.
Alasan
lain diajukan dari hasil penelitian Geber dan Dean mengenakan test Gessel pada
bayi Uganda. Hasil yang paling menyolok adalah dalam hubungan dengan
perkembangan motorik. Kecakapan motorik merupakan hal-hal yang umum pada
mereka, yaitu:
1.
Lima jam sesudah dilahirkan anak sedah
melihat-lihat keliling.
2.
Sesedah 22 jam dapat duduk dengan tegak.
3.
Umur 7 minggu sudah dapat mengangkat
berat badannya sendiri dan melihat kililing dengan penuh perhatian.
4.
Umur 9 bulan sudah dapat berdiri tegak
dan berjalan.
Data
ini menunjukan adanya bukti bahwa disini jelas ada faktor-faktor keturunan yang
tidak dapat diterangkan oleh pengaruh lingkungan. Dari sejumlah besar
penelitian yang dilakukan untuk melihat perbedaan inteligensi antara
orang-orang kulit hitam dan kulit putih selalu diketemukan keunggulan
orang-orang kulit putih dengan perbedaan rata-rata 15 sekor IQ. Hal ini
disebabkan oleh cara berfikir orang-orang kulit hitam berbeda dengan cara
berfikir orang-orang kulit outih. Dia membedakan antara berfikir atau belajar
asosiatif (nivo I) dan berfikir atau belajar secara pengertian (nivo II).
1. nivo
I berhubungan dengan proses-proses belajar yang sederhana yang mendasarkan diri
pada ingatan dan pengenalan hal-hal yang dijumpai sebelumnya. Anak-anak kulit hitam
dan anak-anak dari kelas sosial yang lebih rendah pada umumnya mencapai hasil
yang baik pada prestasi intelegensi yang lebih berhubungan dengan berfikir dan
belajar yang asosiatif.
2. Nivo
II menyelesaikan suatu masalah memperlakukan secara aktif, menambah aspek-aspek
baru pada hal yang sudah dipelajari. Hal ini semua merupakan ciri-ciri kerja
intelegensi pada nivo II. Cara berfikir seperti itulah yang diminta di
sekolah-sekolah dan bukan cara berfikir yang asosiatif.
Argumentasi
jensen di atas tidak dapat menjelaskan seluruhnya bahwa belajar tidak
memberikan pengaruh terhadap perkembangan intelegensi. Rangkuman dapat
dikatakan bahwa stimulasi perkembangan kompensatorisntidak akan berhasil bila
hanya khusus ditujukan pada aspek-aspek tingkah laku yang terpisah saja,
misalnya pada bahasa saja. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa keturunan tidak
sepenuhnya menentukan tingkah laku seseorang, melainkan masih ada kemungkinan
untuk dipengaruhi. Hanya satu penanganan yang menyeluruh yaitu terhadap anak,
keluarga dan lingkungan tetangga maupum masyarakat dapat memberikan hasil-hasil
yang tetap.
G.
Anak-anak
dengan kecerdasan tinggi.
Anak-anak
yang sangat pandai ini adalah mereka yang mempunyai IQ 140 atau lebih. Meskipun
sekor-sekor test sedikit banyak dapat meramalkan mengenai keberhasilan dalam
sekolah dan pekerjaan, belum tentu hal tadi dapat meramalkan mengenai
kesuksesan dalam mencapai kebahagiaan hidup. Kecerdasan yang tinggi harus
dibedakan ari kreativitas.
1.
Berbagai pandangan mengenai kecerdasan
yang tinggi.
-
Determinan sosio-kultural: aselerasi
fisik (percepatan pertumbuhan) sama dengan peningkatan intelegensi yang
positif, disebabkan karena berjalan bersama-sama dengan peningkatan
intelegensi.
-
Pertimbangan dari segi teori keturunan
memberikan kesimpulan bahwa ditinjau dari angka-angka kelahiran yang menurun
dalam keluarga-keluarga yang mempunyai potensi menurunkan anak-anak dengan
kecerdasan tinggi, maka akan terjadi suatu proses habis mati pada orang-orang
dengan kecerdasan yang tinggi tersebut.
-
Pandangan klinis atau hipotesa mengenai
disharmoni.
Menurut
alhi psikiatri lange-eichbaum maka semua genlus ada dalam kategori gila. Dalam
tinjauan-tinjauan klinis ditunjukan hubungannya antara kecerdasan yang tinggi
dengan beberapa sifat tertentu, misalnya pengertian yang cepat, ekstrim peka
dalam lapangan emosional dan sosial, dengan begitu mereka menemukan
pertentangan dengan anak-anak sebaya dan orang-orang dewasa mereka menjadi
terasing dan menjadi aneh.
-
Menurut hipotesa mengenai hormon, maka
anak-anak dengan kecerdasan tinggi tidak hanya istimewa kecerdasannya,
melainkan juga dalam fisik dan psikisnya sangat sehat.
2.
Penelitian menganai anak-anak dengan
kecerdasan tinggi.
Menurut
pendapat guru diadakan seleksi orang-orang. Mereka di test dengan versi pendek
test Standfordd-Binet. Suatu penelitian yang baru dilakukan oleh Freeman adalah
Gilled children, juga berkritik tolak dari hypotesis-harmoni dan cari pendapat
bahwa penelitian mengenai anak-anak cedas tinggi sangat diperlukan, karena
diharapkan meekalah yang kelak akan menduduki posisi-posisi yang penting. Semua
anak diteliti secara mendalam, semua orang tua dan semua guru diwawancara dan
penyesuaian mereka diteliti dengan Bristol Adjusment Guides. Ternyata bahwa 23
anak dari kelompok eksperimen mempunyai IQ kurang dari 140 meskipun orang tua
mereka menganggap mereka mempunyai kecerdasan yang tinggi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
pra-sekolah dan sekolah menjadi dasar pendidikan dalam pondasi memerlukan
perhatian khusus mengenai cara belajar, proses belajar, dan pendekatan
kepribadian. Dengan mempelajari dan melakukan pendekatan perkembangan anak di
usia pra-sekolah dan sekolah seorang, guru mampu memberikan asupan ilmu yang
sesuai dengan perkembangan anak. Sehingga dapat tercapai tujuan pendidikan
nasional untuk mengembangkan potensi-potensi peserta didik yang menjadi manusia
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
B.
Saran
Seorang
pendidik sudah menjadi kewajibannya dalam meemberikan ilmu kepada peserta
didiknya. Dalam proses pendidikan itu diharapkan seorang guru bisa memberikan
asupan ilmu sesuai dengan perkembangan anak. Hal itu dimulai dengan melalukakn pendekatan
sehingga tercapai anak didik yang memiliki moral dan berkarakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar